Pencak Silat Jangan Kalah Dengan Beladiri Impor
Sebagai salah satu identitas bangsa, pencak silat juga mulai dikenal di berbagai belahan dunia. Meski belum sepopuler seni beladiri asal China dan Jepang, namun paling tidak promosi tersebut sudah terlihat hasilnya dengan adanya partisipasi beberapa negara setiap kali digelar kejuaran dunia pencak silat.
Ironisnya, di kala pencak silat mulai berkembang di manca negara, di negeri sendiri malah terjadi sebaliknya. Seni beladiri kebanggaan bangsa ini kalah cepat perkembangannya dengan seni beladiri impor.
Era globalisasi juga semakin menyaingi perkembangan pencak silat. Lihat saja, sekarang mulai berdatangan seni beladiri impor lainnya dari Asia Tenggara dan tanah Eropa serta Amerika. Sebut saja macam Mix Martial Arts dari Amerika Serikat, Capoeira dan Brazillian Jiu Jitsu dari Brazil, Krav Maga dari Israel, Arnis/Eskrima dari Filipina.
Di berbagai tempat mudah ditemukan tempat latihan seni beladiri impor, baik berbentuk areal terbuka maupun gedung khusus. Sementara tempat latihan pencak silat tidak banyak ditemukan.
Nasib pencak silat, mirip dengan seni tradisional nusantara lainnya yang di beberapa daerah mulai redup seiring perputaran roda zaman yang semakin modern.
Disayangkan, seni budaya nasional harus ditinggalkan masyarakatnya sendiri. Padahal, semestinya kita harus bangga dengan budaya sendiri.
Oong Maryono, tokoh pencak silat nasional, dalam sebuah tulisannya mengungkapkan fenomena tersainginya pencak silat oleh ‘invasi’ seni beladiri asing. Sebagaimana kutipan artikelnya:
Kesulitan juga datang dari luar dunia pencak silat, karena persaingan yang ketat dari bela diri impor. Antara 1960-1966, pada waktu terjadi kemerosotan ekonomi dan politik negara yang menimbulkan ketidakberdayaan IPSI, karate secara resmi masuk Indonesia dan dengan tangkasnya memasuki kalangan pelajar dan ABRI.
Dari mulanya, karate dan judo dipraktekkan sebagai olah raga dan dipertandingkan di depan umum. Penerimaan yang positif terhadap bela diri asing, memaksa kalangan pencak silat untuk berpikir dan berbuat lebih baik dalam usaha mengembangkan pencak silat olah raga, atau seperti ditulis oleh salah satu koran masa itu "kehadiran karate di Indonesia merupakan cambuk yang benar-benar efektif untuk 'membangunkan' kalangan pencak dari tidurnya.
Apa yang membuat pencak silat ‘kalah’ oleh seni beladiri asing?
Jika ditelaah, beberapa perbandingan berikut bisa menjadi jawaban:
Seni beladiri asing lebih terbuka dalam penyebaran ajaran. Sebaliknya pencak silat dominan tertutup. Hanya beberapa perguruan/aliran pencak silat yang mau membuka diri dengan memampang papan nama perguruan/aliran dan memperlihatkan lokasi tempat latihan, kemudian mau latihan di tempat terbuka, tidak melulu di dalam ruangan tertutup.
Seni beladiri asing relatif mengenyampingkan sifat superioritas di antara sesama seni beladiri. Contoh, Jepang memiliki karate, judo, shorinji kempo, jujutsu, aikido, ninjutsu, tetapi satu sama lain tidak menganggap lebih unggul. Semua berkembang seiring, terserah orang mau pilih yang mana atau mempelajari dua atau tiga beladiri berbeda. Tidak masalah. Sedangkan pencak silat masih ada perguruan/aliran yang mengutamakan sifat superioritas. Sesama pencak silat berusaha saling mengungguli satu sama lain, bukannya sama-sama bergandengan tangan membangun kebersamaan.
Seni beladiri asing didukung negara asalnya. Sarana latihan didanai pembangunannya demikian pula kegiatan (pertandingan dll). Sebaliknya pencak silat minim dukungan dari pemerintah. Lihat saja selain di Taman Mini, padepokan pencak silat yang representatif bisa dihitung dengan jari. Semestinya setiap pemerintah daerah mau membangun padepokan untuk perkembangan pencak silat. Mendanai segala kegiatan pencak silat.
Seni beladiri asing ‘royal’ berpromosi (mengekspos diri). Promosi kegiatan gencar dilakukan melalui mass media (cetak dan elektronik). Sebaliknya, masih banyak perguruan/aliran pencak silat yang enggan mempublikasikan diri.
Seni beladiri asing rutin kegiatan, baik latihan bersama, pertandingan, seminar dan sebagainya. Sebaliknya pencak silat, minim kegiatan, misalnya pertandingan, jika dibandingkan karate yang setahun bisa sampai 3 kali digelar, pencak silat kurang dari itu.
Tulisan ini bukan bermaksud mendiskreditkan seni budaya bangsa sendiri. Melainkan untuk menggugah kita semua agar peduli dengan kenyataan yang ada. Bagaimana seharusnya kita memperlakukan aset bangsa agar bisa mendapat tempat yang lebih tinggi di hati masyarakatnya sendiri. Bagaimanapun perubahan harus dilakukan agar pencak silat tak hanya memiliki pamor di negeri orang tetapi juga di negeri sendiri.
harry
Mau lebih banyak tahu tentang pencak silat?
Download e-booknya di sini